Beberapa waktu lalu Badan Pusat Statistik (BPS) melalui websitenya menyatakan bahwa Neraca perdagangan Indonesia November 2022 mengalami surplus US$5,16 miliar terutama berasal dari sektor nonmigas US$6,83 miliar [efn_note]https://www.bps.go.id/pressrelease/2022/12/15/1928/ekspor-november-2022-mencapai-us-24-12-miliar–turun-2-46-persen-dibanding-oktober-2022-dan-impor-november-2022-senilai-us-18-96-miliar–turun-0-91-persen-dibanding-oktober-2022.html#:~:text=Neraca%20perdagangan%20Indonesia%20November%202022,senilai%20US%241%2C67%20miliar.[/efn_note] Surplus neraca perdagangan RI merupakan yang ke-31 bulan secara berturut-turut sejak mei 2020.
“Ini terjadi bukan hanya karena commodity boom. Surplus perdagangan ini mengalami dukungan karena sebagian besar bahan mentahnya telah diproses dan menimbulkan nilai yang lebih tinggi untuk perdagangan kita diantaranya nikel dan SDA lainnya,” ucap Sri Mulyani dengan senyum sumringah saat acara peluncuran Laporan Bank Dunia: Indonesia Economic Prospect edisi Desember 2022 di Energy Building, Jakarta, Kamis 15/2/2022
Seperti kita ketahui bahwa perekonomian dunia kini mulai memasuki salah satu tahun terburuknya dalam 3 dekade terakhirnya, fenomena ini bisa terjadi karena pengaruh dari perang yang terjadi antar Rusia dan Ukraina yang belum tahu kapan akan berakhir.
Menurut Bloomberg, The Edge Markets [efn_note]https://www.bloomberg.com/news/articles/2022-12-06/world-economy-heads-for-one-of-its-worst-years-in-three-decades[/efn_note] menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi global disinyalir cuman tumbuh 2,4% ditahun 2023. Apabila ini terjadi, itu berarti pertumbuhan ekonomi global akn turun jika dibandingkan dengan estimasi pertumbuhan ekonomi sebesar 3,2% ditahun ini.
Angka ini menjadi pertumbuhan terburuk ketiga setelah krisis tahun 2009 dan 2020 dalam 3 dekade terakhir. Meskipun begitu, penurunan perekonomian penurunan perekonomian ini ditaksir akan terjadi di periode yang berbeda di tiap benua maupun negara.
Pertumbuhan ekonomi kawasan eropa ditaksir akan mulai mengalami resesi di awal 2023, sedangkan Amerika Serikat baru akan terjadi di akhir tahun 2023 nanti. Sebaliknya, China disinyalir dapat tumbuh lebih dari 5% yang didorong oleh recovery dari krisis yang lebih cepat dari perkiraan.[efn_note]https://www.instagram.com/p/Cl_CZ2EPFIM/ [/efn_note]
Kembali menurut Sri Mulyani pemulihan perekonomian nasional dampak dari pemberian insentif fiskal yang menurutnya efektif mendorong pelaku usaha meningkatkan produksi dan ekspor.
“Indonesia telah mengembangkan kompleks industri yang cukup banyak dan pengusaha diberikan insentif fiskal, pajak, tarifnya dan mendapatkan kemudahan ekspor karena hambatan administasinya tidak terlalu besar.”
Dengan pengesahan omnibus law UU Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), serta UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) diharapkan membuat iklim usaha semakin mudah dan ada kepastian. Mentri Keuangan Sri Mulyani berharap langkah tersebut dapat meningkatkan ekspor Indonesia.
Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Febrio Kacaribu, “Ekspor-Impor kita sedikit melambat November 2022, tapi kita haru smelihat secara keseluruhan bagaimana neraca perdagangan telah mengakumulasi surplus hingga 50,59 miliar dolar AS.”
Sementara, kinerja impor pada November 2022 yang sebesar 18,96 miliar dolar AS justru turun sebesar 1,89 persen (yoy) atau 0,91 persen (mtm0 terutama disebabkan impor bahan baku dan barang konsumsi.
Meski demikian, impor barang modal masih tumbuh sebesar 7,3 persen (yoy) seiring dengan PMI Manufaktur Indonesia pada November 2022 yang masih ekspansif di level 50,3
“Meski impor secara keseluruhan melambat, namun impor barang modal masih tumbuh positif. Ini berarti kegiatan usaha masih ekspansif,” tegasnya.