Omnibus Law Pajak Adalah
Sebuah Undang-Undang (UU) yang dirancang atau ditetapkan untuk menyasar satu isu besar yang mungkin bisa atau dapat mencabut serta mengubah beberapa Undang Undang sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. Tentunya dalam hal ini untuk undang undang yang berkaitan dengan perpajakan sesuai dengan namanya Omnibus Law Pajak Indonesia.
Istilah tersebut akhir akhir ini atau belakangan ini santer terdengar di Indonesia. Penyebabnya adalah, pemerintah Indonesia sedang membuat dan merancang Omnibus Law Pajak Indonesia utuk bidang perpajakan yang bertujuan untuk mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional. Ada tiga poin penting yang disasar pemerintah, yakni UU perpajakan, cipta lapangan kerja, dan pemberdayaan UMKM.
bukan hanya Indonesia yang akan menerapkan omnibus law, melainkan sudah ada sejumlah negara yang menerapkannya sebagai strategi untuk menyelesaikan persoalan regulasi yang berbelit dan tumpang tindih.
Adapun, RUU Omnibus Law Pajak Indonesia dirancang untuk mengamandemen 28 pasal dalam tujuh Undang-Undang terkait perpajakan. Omnibus Law Perpajakan mencakup enam klaster isu yaitu Pendanaan Investasi, Sistem Teritori, Subjek Pajak Orang Pribadi, Kepatuhan Wajib Pajak, Keadilan Iklim Berusaha, dan Fasilitas Perpajakan.
Undang Undang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.
Dalam konferensi pers Kamis (12/12/2019) lalu, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah akan terlebih dahulu menyampaikan draf final RUU Omnibus Law Perpajakan kepada DPR pada Desember tahun ini.
Adapun, RUU Omnibus Law Perpajakan dirancang untuk mengamandemen 28 pasal dalam tujuh Undang-Undang terkait perpajakan. Omnibus Law Perpajakan mencakup enam klaster isu yaitu Pendanaan Investasi, Sistem Teritori, Subjek Pajak Orang Pribadi, Kepatuhan Wajib Pajak, Keadilan Iklim Berusaha, dan Fasilitas Perpajakan.
Latar Belakang Omnibus Law Perpajakan
Latar belakang dan tujuan pemerintah membuat satu RUU yang sifatnya bisa menyentuh 3 Undang-Undang lainnya sehingga disebut Omnibus law untuk menjawab tantangan perlambatan ekonomi global, memitigasi adanya potensi stagnasi ekonomi Indonesia (middle income trap), dan juga untuk mengoptimalkan daya saing investasi
Komponen Omnibus Law Perpajakan
- Penurunan Tarif PPh Badan. tarif PPh Badan akan diturunkan dari 25% menjadi 20%. Penurunan akan dilakukan secara bertahap dimana akan diturunkan 3% menjadi 22% untuk tahun 2021-2022, kemudian diturunkan lagi menjadi 20% pada 2023.*
- Penghapusan PPh atas Dividen dari Dalam Negeri dan Luar Negeri.
- Penentuan Subjek Pajak Orang Pribadi dan Penerapan Sistem Territorial. pengaturan sistem teritori dalam rangka penentuan penghasilan yang diperoleh dari luar negeri. Wajib Pajak yang penghasilannya berasal dari luar negeri, baik berupa dividen ataupun penghasilan setelah pajak dari BUT di luar negeri, tidak dikenakan pajak di Indonesia apabila penghasilan tersebut diinvestasikan di Indonesia dan berasal dari perusahaan listed atau non listed.*
- Relaksasi Hak Pengkreditan Pajak Masukan. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang memperoleh bahan baku atau yang melakukan pembelian terkait usaha dari pihak bukan PKP dapat mengkreditkan pajak masukannya maksimal 80%. Termasuk pajak masukan dari SPT yang ditemukan dari hasil pemeriksaan yang tidak dapat diidentifikasi perusahaan asal pajak masukan tersebut/ pembelian tersebut dari perusahaan mana.*
- Pengaturan Utang Sanksi Administratif Perpajakan. silahkan lihat pembahasannya di paragraf berikutnya.
- Menempatkan Fasilitas ke Dalam UU Pajak. Memasukkan seluruh insentif pajak dalam satu klaster, yaitu tax holiday, tax allowance, Kawasan Ekonomi Khusus, dsb.**
- Pemajakan atas Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Pajak elektronik dibuat sama dengan sistem perpajakan biasa. Untuk perusahaan digital luar negeri yang tidak memiliki badan usaha tetap di Indonesia tetap dipungut pajaknya. Pemerintah juga menunjuk perusahaan-perusahaan digital untuk memungut pajak dari pengguna layanannya.**
- Rasionalisasi Pajak Daerah
Kementerian Keuangan memaparkan Omnibus Law Pajak yang RUU nya direncanakan akan disampaikan ke DPR RI pada bulan Desember 2019. Menkeu, Sri Mulyani menyebutkan RUU Omnibus law ini mengatur tarif pajak badan dan pajak dividen serta mengatur sanki bagi pelanggar pajak. Seperti apa paparan kemenkeu terkait Omnibus law pajak? Selengkapnya simak video berikut ini
Omnibus Law Perpajakan Juga Atur Pajak untuk Netflix dkk
Kementerian Keuangan memaparkan Omnibus Law Pajak yang RUU nya direncanakan akan disampaikan ke DPR RI pada bulan Desember 2019. Menkeu, Sri Mulyani menyebutkan dalamn RUU Omnibus law ini juga memuat aturan mengenai perpajakan atas perdagangan sistem elektronik, dimana untuk subyek pajak luar negeri seperti Netflix dapat memungut dan menyetor dan melapor PPN.
*) sumber :[note]detik.com[/note]
**)sumber:[note]kompas.com[/note]
Tujuan Omnibus Law Indonesia
Sedangkan tujuan dari dibuatnya RUU ini adalah untuk meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor, meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat Warga Negara Asing (WNA) untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi kualitas SDM Indonesia, mendorong kepatuhan sukarela Wajib Pajak (WP) dan menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri, tujuan sebagai berikut:
- Meningkatkan iklim usaha yang kondusif dan atraktif bagi investor.
- Meningkatkan pertumbuhan ekonomi indonesia.
- Meningkatkan kepastian hukum dan mendorong minat WNA untuk bekerja di Indonesia yang dapat mendorong alih keahlian dan pengetahuan bagi peningkatan mutu SDM Indonesia.
- Mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak.
- Menciptakan keadilan berusaha antara pelaku usaha dalam negeri dan pelaku usaha luar negeri.
Keringanan Sanksi Administrasi
Seperti yang sudah dijelaskan pada poin 5 diatas, ada poin yang menarik akan direvisi pemerintah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan yaitu sanksi administratif perpajakan untuk meningkatkan tingkat kepatuhan atau kesadaran membayar pajak secara sukarela dari Wajib Pajak (WP).
Dikutip dari data Kemenkeu, Senin (9/9/2019) pemerintah akan melakukan pengaturan ulang antara lain terhadap sanksi bunga atas kekurangan bayar karena pembetulan SPT Tahunan dan SPT Masa yang saat ini tarifnya sebesar 2% perbulan dari pajak kurang dibayar, menjadi suku bunga acuan ditambah 5% dibagi 12 bulan (suku bunga acuan 5%)/12 bulan. Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan Menkeu.
Kemudian, sanksi bunga atas kekurangan bayar karena penetapan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang saat ini tarifnya sebesar 2% perbulan dari pajak kurang dibayar, akan diubah perhitungannya menjadi suku bunga acuan ditambah 10% dibagi 12 bulan atau (suku bunga acuan 10%)/12. Besaran bunga per bulan dan denda ditetapkan Menkeu.
Lebih lanjut, sanksi denda bagi PKP yang tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tidak tepat waktu yang saat ini dikenakan 2% dari dasar pengenaan pajak, nanti akan dikenakan sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak.
Selanjutnya, sanksi denda bagi pengusaha yang tidak lapor usaha untuk dikukuhkan menjadi PKP saat ini tidak dikenakan sanksi, namun nanti akan dikenakan sanksi sebesar 1% dari dasar pengenaan pajak untuk kesetaraan dengan PKP yang tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu.***
***) Sumber : [note]cnbcindonesia.com[/note]
Bisakah Omnibus Law, Obat Karut Marut Investasi di implementasikan di Indonesia?
Presiden Joko Widodo meminta seluruh jajaran menteri dan pejabat negara untuk bergerak cepat memangkas birokrasi dan menyederhanakan aturan yang menghambat masuknya investasi. Oleh sebab itu, Jokowi meminta agar Undang-Undang yang dianggap menghambat jalannya investasi, disederhanakan melalui Omnibus Law.