SEJARAH PAJAK DI INDONESIA
Jaman Kerajaan
Di Indonesia sudah ada sejak tahun 1311 oleh kerajaan Majapahit yang saat itu di rajai oleh Kertarajasa Jayawardhana (berdasarkan adanya prasasti pembebasan pajak warga desa Adan-Adan karena jasa kepada raja.) [note] Yulianti, Farida (2021)- unikom Eksistensi Pajak.kuliah online [/note]
Dikutip dari situ resmi www.Pajak.go.id, pada zaman kerajaan hingga penjajahan pungutan yang diperlakukan bersifat memaksa. Zaman kerajaan pungutannya adalah upeti kepada raja sebagai persembahan yang dianggap sebagai wakil tuhan. Ada timbal balik dengan rakyat yang membayar upeti tersebut. Di mana rakyat mendapat jaminan dan ketertiban dari raja. Bahkan pada zaman itu beberapa kerajaan juga melakukan sistem pembebasan pajak, terutama pada tanah perdikan.
Jaman Penjajahan
Di Indonesia sudah lama dilakukan pungutan berupa uang, upeti bahkan tenaga kerja/natura kemudian bertambah lagi pada tahun 1602(VOC), tahun 1830 sampai tahun 1870 (kultur steel), oleh Raffles dan Ladrent pada tahun 1813 berupa pajak rumah
Ketika masuk era kolonial oleh Belanda dan bangsa Eropa pajak mulai dikenakan. Pajak yang diterapkan itu, seperti pajak rumah, pajak usaha, sewa tanah maupun pajak kepada pedagang. Itu diperlakukan pada 1839. Adanya sistem itu membuat masyarakat merasa berat dan terbebani.
Apalagi tidak ada kejelasan dan banyak penyelewengan oleh pemerintah kolonial waktu itu. Pada masa kolonial, saat itulah mengenal sistem perpajakan modern.
Pada 1885, pemerintah Kolonial Belanda membedakan besar tarif pajak berdasarkan kewarganegaraan wajib pajak.
Jaman Kemerdekaan
Pada masa kemerdekaan, pajak dimasukan ke dalam UUD 1945 Pasal 23 pada sidang BPUPKI. Pasal itu berbunyi segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang.
PEMUNGUTAN PAJAK ADALAH
yakni kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang.
Pemungutan pajak merupakan perwujudan pengabdian dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan.
ASAS PEMUNGUTAN PAJAK
Dalam memungut pajak, institusi pemungut pajak hendaknya memerhatikan berbagai faktor yang selanjutnya dikenal sebagai asas pemungutan pajak. Pada uraian di bawah ini disajikan berbagai asas pemungutan pajak menurut para ahli ekonomi.
ADAM SMITH
- Asas Equality, pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak diskriminatif terhadap wajib pajak.
- Asas Certainty, semua pungutan pajak harus berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi hukum.
- Asas Convinience of Payment, pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.
- Asas Efficiency, biaya pemungutan pajak diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak lebih besar dari hasil pemungutan pajak.
W J LANGEN
- Asas Daya Pikul, besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan.
- Asas Manfaat, pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.
- Asas Kesejahteraan, pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
- Asas Kesamaan, dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama).
- Asas Beban Yang Sekecil-kecilnya, pemungutan pajak diusahakan sekecil-kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandingkan dengan nilai obyek pajak sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
ADOLF WAGNER
- Asas Politik Finansial, pajak yang dipungut negara jumlahnya memadai sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara.
- Asas Ekonomi, penentuan obyek pajak harus tepat, misalnya: pajak pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah
- Asas Keadilan, pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi, untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.
- Asas Administrasi, menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan, dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara membayarnya) dan besarnya biaya pajak.
SISTEM PEMUNGUTAN PAJAK
Pada dasarnya terdapat 3 ( tiga ) cara / system yang dipergunakan untuk menentukan siapa yang menghitung dan menetapkan jumlah pajak yang terutang oleh seseorang, yaitu : [note] Evi Purnamawati, PEMUNGUTAN PAJAK DI INDONESIA, Halaman. 437-342[/note]
1. Official Assesment
System Official Assesment System yaitu system pemungutan pajak yang menyatakan bahwa jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak dihitung dan ditetapkan oleh aparat pajak atau fiskus. Dalam system ini utang pajak timbul bila telah ada ketetapan pajak dari fiskus (sesuai dengan ajaran formil tentang timbulnya utang pajak ). Jadi dalam hal ini wajib pajak bersifat pasif.
2. Self Assesment System
Self Assesment System yaitu system pemungutan pajak dimana wewenang menghitung besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak diserahkan oleh fiscus kepada wajib pajak yang bersangkutan, sehingga dengan sisten ini wajib pajak harus aktif untuk menghitung, menyetor dan melaporkan kepada Kantor Pelayanan Pajak ( KPP ), sedangkan fiskus bertugas memberikan penerangan dan pengawasan.