Menteri Keuangan Sri Muryani Indrawati telah menemukan senjata ampuh di mana pun para penghindar pajak menyembunyikan aset mereka. Wajib Pajak tidak lagi terhalangi oleh kewajiban perpajakannya.
Oleh karena itu, Sri Mulyani meminta kepada Wajib Pajak yang belum melaporkan hartanya untuk mengikuti Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yang juga dikenal dengan Pengampunan Pajak Volume II. Jika tidak, Anda harus siap dituntut oleh otoritas pajak.
Hal itu diungkapkan kepada pengusaha Jawa Barat oleh Sri Muryani saat sosialisasi Undang-Undang Keharmonisan Pajak (HPP) akhir pekan lalu. “Oh anda mungkin bilang ibu nggak akan tau nih (harta yang disembunyikan)? anda yakin,” katanya.
Konsultasi Awal via Whatsapp Gratis, Konsultasikan Harta Bersih yang ingin anda ungkapkan dalam Tax Amnesty agar Qamy bisa hitung dan laporkan sesuai Peraturan yang berlaku dan tidak menimbulkan masalah di kemudian hari.
Sri Muryani mengungkapkan bahwa ada banyak taktik lama dan baru untuk menangkap pengusaha yang tidak membayar. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) telah dibakukan untuk senjata baru.
“NIK sama lho dengan NPWP sekarang. Jadi anda nggak bisa lagi nanti ganti-ganti nama, pindah-pindah nama. Saya tahu lho (harta anda dimana),” ujarnya.
Teknologi lain yang belum matang adalah kerjasama dengan negara lain melalui Automatic Exchange of Information (AEoI). Kerja sama ini akan memungkinkan Indonesia dan negara lain untuk bertukar data terkait persyaratan perpajakan.
“Saya punya AEoI lho sekarang. Pak Suryo (Dirjen Pajak) sekarang dapat data orang Indonesia di Singapura, dari panama kita dapat itu informasinya. Dimanapun anda sembunyikan kita dapat hartanya karena ada AEoI,” jelasnya.
Selain itu, senjata baru lainnya dalam UU HPP adalah dukungan pemungutan pajak global. Dalam hal ini, Indonesia akan bekerja sama dengan negara lain untuk memungut pajak dari warga negara yang berada di wilayah negara lain.
“Aku juga bisa minta negara itu pungut pajak atas nama kita. Jadi mendingan ikut lah daripada hidupnya nggak berkah dan 200%, jadi ikut aja,” kata dia.
Sementara itu, ia juga mengungkapkan, jika pengusaha belum melaporkan asetnya dan ditemukan personel DJP, pihaknya siap menghadapi sanksi. Dendanya bahkan lebih tinggi dari nilai properti.
Untuk aset yang diperoleh pada tahun 2015, dendanya adalah 200%. Sanksi ini sudah ada sejak tax amnesty Jilid 1 dan dilaksanakan oleh pemerintah.
“Jadi kalau anda punya harta sebelum 2015, rumah, emas atau harta apapun belum lapor anda harus bayar 2 kali lipat dari dari harta tersebut. Capek dong, jadi mending ikut aja sekarang. Jauh lebih ringan dibandingkan sanksi 200%,” jelasnya.
KONSULTASI TAX AMNESTIY 2022
Sementara itu, denda yang lebih tinggi akan dikenakan jika ada aset yang tidak dilaporkan diperoleh antara tahun 2016 dan 2020. Yaitu, pajak badan 25%, pajak orang pribadi 30%, pajak lain-lain 12,5%, dan tambahan denda 200%.
“Jadi mending ikut saja kan lebih murah (tarif PPS) daripada 200% dan ada sanksi tambahan hingga 30%,” pungkasnya.